16 Februari 2014

Jadi Ibu? Berhentilah Membandingkan Anak

Sikap suka membanding-bandingkan anak sering ditemui pada ibu baru. Berbagai hal dibandingkan, mulai dari berat badan bayi, kemampuan motorik anak, sampai pola asuh.

Menurut Kathy Seal, psikolog, sikap suka membanding-bandingkan tersebut adalah hal yang normal. Bahkan ia menyebutnya sebagai insting bertahan hidup alami manusia.

"Kita memang terprogram untuk mendorong mendorong anak-anak berkompetisi. Bahkan, anak-anak di zaman nenek moyang kita harus kuat agar bisa bersaing dalam berburu. Karena itu hal yang natural jika kita anak kita punya keterampilan yang lebih," kata penulis buku Pressured Parents, Stressed-out Kids: Dealing With Competition While Raising a Successcufl Child ini.

Meski begitu, sikap terlalu ingin bersaing dan membandingkan bisa membuat kita stres. Sikap ini juga membuat kita kurang menghargai apa yang sudah dicapai anak.

Berikut adalah beberapa hal yang sering dibandingkan para ibu:

-Tahapan tumbuh kembang
Sebagai ibu kita memang wajib memperhatikan ada tidaknya gangguan atau keterlambatan tumbuh kembang anak. Sehingga tak heran jika kita sering cemas jika anak belum mampu menguasai motorik kasar di usia tertentu.

Namun tahapan tumbuh kembang anak sangat bervariasi, entah itu saat mereka mulai duduk, merangkak, atau berjalan. Karena itu sebaiknya Anda tidak perlu khawatir sejauh anak mencapai milestone pada rentang waktu yang masih normal.

Nikmati dan hargai kemampuan anak pada saat ini. Selalu ingatkan diri sendiri bahwa kita tak bisa memaksa anak mencapai milestone tertentu jika mereka belum siap.

- Waktu tidur
Banyak orangtua baru yang merasa kelelahan mengasuh si kecil karena mereka terkadang sulit tidur di malam hari. Memang ada bayi yang tidur nyenyak di malam hari, tetapi sebagian lain sulit terpejam dan sebentar-sebentar bangun.

Seperti halnya tumbuh kembang bayi, pola tidur anak juga bervariasi. Karena itu daripada Anda sibuk bertanya bagaimana cara membuat bayi tidur dan hal itu tidak berhasil pada bayi Anda, lebih baik fokus pada upaya agar Anda bisa selalu ikut tidur saat bayi juga tidur.

Jika bayi memang sulit tidur, Anda bisa meminta tolong pengasuh, suami, atau orangtua Anda, untuk menggantikan menggendong bayi sehingga Anda bisa beristirahat sebentar.

- Perilaku anak
Anak-anak memang "milik" orangtuanya, tetapi kita tidak bisa memilih temperamennya. Seperti halnya warna kulit, banyak sifat dan perilaku anak yang merupakan bawaan sejak lahir.

Meski si kecil tidak selalu bersikap manis, tetapi kita tetap perlu menerapkan disiplin atau koreksi halus saat ia melakukan sesuatu yang berbahaya, tidak sopan, atau merusak.

Namun, jika sudah berhadapan dengan sesuatu yang memang merupakan sifatnya, bersikap menerima adalah kuncinya. Jika Anda orang yang supel sementara si kecil pemalu, atau Anda suka olahraga sementara anak lebih suka menari, yang bisa Anda lakukan adalah menerima apa adanya si anak.

- Menu makanan
Anda merasa kagum sekaligus iri karena teman Anda bisa membuat rumahnya selalu rapi dan juga rajin membuat makanan untuk bayi dengan resep yang selalu berganti.

Membandingkan diri sendiri dengan "ibu super" hanya akan membuat Anda merasa rendah diri, bahkan merasa gagal. Bersikaplah realistis dan luangkan waktu untuk fokus pada pola asuh Anda sendiri. Cari apa yang paling Anda banggakan.

Ini bukan berarti Anda tidak boleh bersaing, tetapi daripada membuat diri merasa frustasi, lebih baik ambil pelajaran dari para ibu hebat itu. Lagi pula, tanpa Anda sadari mungkin Anda juga membuat iri para ibu lain.

http://female.kompas.com

11 Februari 2014

Libatkan Teman, Bebaskan Si Kecil dari Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko dari banyak penyakit degeneratif, tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak. Namun membuat anak terbebas dari obesitas cenderung lebih sulit daripada orang dewasa mengingat mereka masih dalam masa pertumbuhan. Baru-baru ini sebuah studi asal Kanada membuktikan, cara efektif untuk melakukannya, yaitu dengan melibatkan teman-teman si Kecil.

Untuk memperoleh simpulan tersebut, para peneliti menganalisis pada anak-anak yang mengikuti program hidup sehat bersama anak-anak lain yang lebih tua. Dalam program yang disebut dengan Healthy Buddies program tersebut, anak-anak belajar soal makanan sehat, aktivitas fisik, dan pencitraan tubuh positif dari anak-anak yang lebih tua, bukan dari guru atau pelatih.
Hasilnya, ukuran pinggang anak-anak tadi mengalami penurunan serta ada perbaikan pada rasa percaya diri mereka. Maka, para peneliti pun berpendapat program tersebut berpotensi untuk mengurangi laju obesitas anak.

Penulis studi Jonathan McGavock dari University of Manitoba mengatakan, sebelumnya program serupa pernah dilakukan di University of British Columbia dan berhasil. Sejauh ini, program Healthy Buddies yang berlangsung selama 21 minggu ini pun cukup menjanjikan.
Pada 2009, para peneliti melibatkan 647 anak dari 19 sekolah dasar di Manitoba. Anak-anak dari 10 sekolah dipilih secara acak untuk mengikuti program Healthy Buddies, sementara yang tidak terpilih dijadikan sebagai kelompok kontrol.

Di awal studi, para peneliti mengukur lingkar pinggang dan indeks massa tubuh peserta. Selain itu, peneliti juga melakukan penghitungan pada aktivitas fisik, tingkat kesehatan, percaya diri, serta pengetahuan hidup sehat, dan kebiasaan makan mereka. Pada saat itu, diketahui 36 peserta mengalami obesitas.

Setelah program berakhir, peneliti menemukan bahwa peserta mengalami penurunan ukuran pinggang hingga rata-ratanya mencapai 1,9 sentimeter. Sementara pada kelompok kontrol, hal ini tidak terjadi. "Lingkar pinggang merupakan parameter yang penting sebagai faktor risiko utama dari diabetes tipe 2 dan penyakit kronis," ujar McGavock.

Menurut studi yang dipublikasi dalam JAMA Pediatrics tersebut, peserta yang ikut serta dalam program juga mengalami perubahan positif pada rasa percaya dirinya. Program juga dinilai lebih efektif dari segi biaya karena tidak perlu membayar lebih mahal untuk guru ataupun pelatih.

http://health.kompas.com/

3 Februari 2014

Hindari Janji-janji Manis Ini pada Anak

Janji itu harus ditepati, tak terkecuali pada anak. Sebagai orangtua, terkadang Anda membuat janji kepada anak hanya untuk membuat mereka tidak rewel. Parahnya, janji orangtua ke anak ini seringkali tidak bisa Anda lakukan sendiri.

Penulis dan pendidik anak usia dini, Sylvia Rouss mengungkapkan, "Orangtua menggunakan janji-janji untuk berbagai alasan, misalnya menyuap anak agar melakukan apa yang mereka inginkan. Untuk menghindari kemungkinan konfrontasi dengan anak, menghindarkan anak-anak dari kekecewaan, dan menimbulkan harapan bagi anaknya," paparnya.

Sayangnya, setiap kali Anda membuat dan melanggar janji sendiri kepada anak, maka kepercayaan anak juga akan rusak. Berikut beberapa janji manis yang tidak seharusnya dijanjikan orangtua pada anaknya.

1. "Ini tidak akan sakit, Ibu janji"
Kekuatan menahan rasa sakit itu berbeda-beda setiap orang. Mungkin itu tak sakit untuk Anda, tapi belum tentu buat anak. Meski maksud dari kata-kata ini  untuk membuat anak jadi tak takut dan yakin bahwa ini memang tidak menyakitkan, tapi kenyataannya berbeda, anak pasti tidak percaya lagi pada Anda.

Misalnya, saat Anda akan memberi obat di luka anak. Mereka akan takut karena rasanya akan perih. Alih-alih mengatakan bahwa proses ini tak sakit, Rouss menyarankan untuk mengungkapkan kata-kata seperti, "Ini mungkin akan sedikit menyakitkan, tapi cuma sebentar kok."

2. "Ibu/Ayah janji akan sampai di rumah sebelum kamu tidur"
Terkadang tumpukan pekerjaan tak bisa diatasi dengan cepat, akibatnya Anda harus lembur. Padahal anak sedang menunggu kehadiran Anda di rumah. Tak tega mengecewakannya, Anda pun membuat janji bahwa Anda akan sampai rumah sebelum dia pergi tidur. Nyatanya semua hanya tinggal janji. Sampai di rumah, anak sudah tidur dan mungkin saja sampai menangis.

"Jika Anda tak sengaja melanggar janji ke anak, maka berusahalah untuk simpati pada mereka, dan katakan "Ibu/ayah tahu kamu kecewa, maafkan ibu/ayah yah," saran Psikolog Klinis sekaligus penulis enam buku parenting, Anthony E. Wolf.

3. "Mainnya tidak sekarang ya, janji deh kapan-kapan main"
Percayalah, sekalipun masih kecil mereka pasti bisa mengingat semua, apalagi kalau urusan mainan. Kalau tidak ditepati mereka pasti menagihnya. Daripada memberi janji kapan-kapan, jujur saja pada mereka tentang alasan mengapa tak bisa main sekarang ini. Anda juga bisa membuat janji lagi dengan ibu dari teman-temannya agar anak bisa bermain bersama lagi.

"Jangan memberinya waktu kapan-kapan dan jangan juga memberinya kesan bahwa 'tidak semua hal yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan'. Ini hanya akan membuat anak Anda lebih marah," papar Wolf.

4."Kalau kamu bereskan mainan, ibu janji belikan es krim"
Melanggar janji ini tak cuma akan membuat anak jadi tak percaya Anda, tapi juga mengajarkannya untuk selalu mendapat imbalan setelah melakukan sesuatu. Hal seperti ini tidak akan membuat mereka punya motivasi pribadi untuk melakukan hal positif.

Sebenarnya Anda bisa mengatakan,"Kamu harus membereskan mainan itu, kalau tidak kamu atau orang lain bisa tersandung dan jatuh." Dengan ini, anak akan tahu pentingnya membereskan mainannya.

5. "Ibu janji kita akan pergi ke Disneyland (atau hal besar lainnya) saat ulang tahunmu tahun depan"
Terkadang anak ingin kado yang besar saat ulangtahunnya. Namun, tentu tidak setiap saat Anda bisa memenuhi keinginannya. Namun jangan berjanji sesuatu yang besar sebagai kado jika Anda belum tentu bisa menepatinya. Buatlah janji memberi kado yang lebih realistis.

http://female.kompas.com