Pemberian antibiotika berlebihan tampaknya semakin meningkat dan
semakin mengkhawatirkan. Pemberian antibiotika secara berlebihan atau
irasional artinya penggunaan tidak benar, tidak tepat dan tidak sesuai
dengan indikasi penyakitnya.
Sebenarnya permasalahan ini lebih
dari dua puluh tahun lalu dihadapi oleh negara maju seperti Amerika
Serikat. Namun saat ini di Indonesia masih mengalami dan masih menjadi
masalah serius. Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care
Survey, pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap
anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan, 47,9 persen
resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika.
Angka
tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup
mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang
cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut. Di
Amerika Serikat, karena upaya kampanye dan edukasi terus menerus
terhadap masyarakat dan dokter ternyata dapat menurunkan penggunaan
antibiotika secara drastis.
Proporsi anak usia 0 - 4 tahun yang
mendapatkan antibiotika menurun dari 47,9 persen tahun 1996 menjadi 38,1
persen tahun 2000. Jumlah rata-rata antibiotika yang diresepkan menurun
pada tahun 2000. Rata-rata pengeluaran biaya juga dapat ditekan cukup
banyak, pada tahun 1996 sebesar 31,45 dollar AS menjadi 21,04 dollar AS
per anak tahun 2000.
Di Indonesia belum ada data resmi tentang
penggunaan antibiotika. Sehingga banyak pihak saat ini tidak khawatir
dan sepertinya tidak bermasalah. Tetapi berdasarkan tingkat pendidikan
atau pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari,
tampaknya pemakaian antibiotika di Indonesia jauh banyak dan lebih
mencemaskan dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak
terinfeksi bakteri jahat.
5 Indikasi Pemberian Antibiotika
1. Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri.
Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi
pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek berkelanjutan selama
lebih 10 - 14 hari yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam
hari dan pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan
alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika
2. Bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut
yang berat seperti panas lebih dari 39 derajat Celcius dengan cairan
hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan
pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian
Amoxicillin, Amoxicillinm atau Clavulanate. Bila dalam 2 - 3 hari
membaik pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan
membaik atau biasanya selama 10 - 14 hari.
3. Radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus.
Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih.
Pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan
karena kuman ini.
4. Infeksi saluran kemih.
Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan
kultur darah atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih,
dilakukan pemeriksaan kultur urine. Setelah beberapa hari akan
diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan sensitivitas
terhadap antibiotika.
5. Penyakit Tifus. Untuk
mengetahui penyakit tifus harus dilakukan pemeriksaan darah Widal dan
kultur darah gal. Anak usia di bawah 5 tahun yang mengalami infeksi
virus sering mengalami overdiagnosis penyakit Tifus. Sering terjadi
kesalahan persepsi dalam pembacaan hasil laboratorium. Infeksi virus
dengan peningkatan sedikit pemeriksaan nilai widal sudah divonis gejala
tifus dan dihantam dengan antibiotika.
Kondisi yang tak perlu antibiotika
Rekomendasi
dan penyuluhan kepada para orangtua dan dokter di Amerika Serikat telah
dilakukan atas kerjasama CDC dan AAP (American Academy of Pediatrics)
sejak 10 tahun lalu. Penyuluhan ini untuk memberikan pengertian yang
benar tentang penggunaan antibiotika.
Di Indonesia, mitos dan
kekeliruan masih banyak dianut sebagian dokter di Indonesia. Berikut
adalah kondisi yang sebenarnya tak perlu menggunakan antibiotika.
1. Pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas yang disebabkan virus.
2.
Perubahan warna dahak dan ingus menjadi kental kuning, berlendir dan
kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis infeksi saluran napas atas
karena virus, dan bukan merupakan indikasi antibiotika.
3. Pemberian antibiotika tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri.
4.
Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan
penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain, seharusnya kemungkinan
penggunaan antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar
10 - 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk
"self limiting disease" atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 -
7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas
penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2
hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan
terlalu mudah mendiagnosis (overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila
tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan
pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari
setelah gejala lainnya membaik
5. Sebuah penelitian terhadap
gejala pada 139 penderita pilek(flu) karena virus didapatkan bahwa
pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent
dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati infeksi saluran napas
atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar
infeksi saluran napas atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang
sekali terjadi komplikasi bakteri.
http://health.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar