Selama menanti ekskusi, wanita ini membawa buku harian dalam
penjara. Dengan mengharukan, dia menuliskan kegembiraannya ketika
bayinya diizinkan tinggal bersamanya. “Penjara tiba-tiba menjadi istana,
sehingga aku sangat ingin tinggal di sana daripada di tempat lain mana
pun.”
Ayahnya berusaha membujuk Perpetua. “Anakku, kasihanilah aku yang
sudah ubanan ini…jangan tinggalkan aku. Lepaskanlah kebanggaanmu!” Ia
menjawab, “Terjadilah seperti yang dikehendaki Allah!” Kemudian
Hilarianus, sang Gubernur juga ikut membujuk,”Kasihanilah ayahmu yang
sudah tua. Kasihanilah anak laki-lakimu yang masih bayi. Persembahkanlah
korban bagi keselamatan para kaisar.” Perpetua dan teman-temannya
menolak. Perpetua menulis, “Kami dikutuk seperti binatang buas dan
dikembalikan ke penjara.”
Seorang teman Kristen mengakhiri cerita ini, “Hari kemenangan mereka tiba, dan mereka berbaris dari penjara menunju amphiteater, penuh sukacita seakan-akan hendak pergi ke sorga, dengan wajah tenang, gemetar, juga dengan kegembiraan, bukan ketakutan.”
Ketika harus mempertahankan iman kita, ingatlah bahwa ada banyak
saksi yang mengitari kita. Mereka bagaikan awan yang mengelilingi kita.
“Darah para martir adalah benih gereja.”-- Tertulianus
http://www.sabdaspace.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar