Orang-orang sukses biasanya memiliki kecerdasan finansial yang
bagus. Mereka mampu mengelola uang sehingga aset terus bertambah, dan
bahkan ada yang sampai pada tahap merdeka secara finansial. Apa
maksudnya?
Kalangan seperti ini sudah tidak perlu lagi
mengeluarkan tenaga dan pikiran untuk mencari uang, tetapi uangnya sudah
bekerja untuk ”tuannya”, yakni kalangan yang sudah merdeka tersebut.
Pertanyaannya, apakah Anda sudah merdeka secara finansial?
Menghasilkan secara produktif
Kecerdasan finansial secara ”best practice” paling tidak meliputi berbagai aspek. Pertama,
bagaimana menghasilkan uang dengan cara yang produktif. Apa maksudnya?
Kita semua yang bekerja pasti menghasilkan uang. Namun masalahnya,
apakah cara kita memperoleh uang sudah produktif? Dalam arti sudah
setara antara waktu, pikiran, dan tenaga yang tercurah dengan uang yang
dihasilkan? Belum tentu.
Coba dengar keluhan di sekitar kita.
Sebagian karyawan selalu berpikir untuk mendapatkan kenaikan gaji
terus-menerus. Akibat memikirkan kenaikan gaji terus-menerus, kerja
menjadi tidak konsentrasi. Atau lebih jauh lagi, output yang
diberikan ke perusahaan menurun. Pada gilirannya kinerja perusahaan bisa
menurun yang mungkin berdampak pada ketidakmampuan perusahaan untuk
membayar gaji dengan baik.
Orang-orang yang cerdas secara
finansial, harusnya memahami bahwa sumber pendapatannya diperoleh dari
gaji dan bonus, jika yang bersangkutan seorang karyawan/wati. Maka untuk
bisa mendapatkan gaji atau penghasilan secara lebih, mau tidak mau
harus memberikan output yang lebih besar ke perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga meningkat.
Dengan
kata lain, agar bisa mendapatkan uang yang setara dengan waktu, tenaga,
dan pikiran yang diberikan, lakukan kegiatan kerja secara efektif, yang
memberi pengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Itu berarti
bekerja dengan kualitas tinggi, bukan sekadar banyaknya jam kerja atau
kuantitas tinggi.
Melindungi uang
Kedua, bagaimana melindungi uang yang sudah diperoleh. Ada istilah ”easy come, easy go”.
Uang yang diperoleh dengan mudah, akan mudah pula habisnya. Tetapi,
lebih parah lagi, ada kalangan yang sudah susah payah untuk mendapatkan
uang, namun di sisi lain sangat mudah menghabiskan atau
membelanjakannya. Malah kemudian menjadi ”lebih besar pasak, daripada
tiang”.
Lantas bagaimana melindungi uang yang sudah diperoleh,
terlepas apakah diperoleh secara mudah atau sulit. Tidak banyak rumusan
untuk melindungi uang, karena kata kuncinya ada pada perilaku si pemilik
uang. Jika seseorang mampu mengontrol pengelolaan uangnya, maka
otomatis uang itu sudah terlindungi. Itu prinsip dasarnya.
Tetapi,
secara kecerdasan tentu saja ada juga cara-cara jitu untuk melindungi
uang, dalam hal ini pengertiannya adalah melindungi nilai uang. Jika
Anda saat ini memiliki uang Rp 100 juta, di mana uang segitu bisa Anda
belikan sebidang tanah misalnya. Maka jika uang itu tetap Anda pegang
dalam bentuk tunai, maka belum tentu di tahun depan Anda bisa membeli
sebidang tanah yang saat ini harganya setara Rp 100 juta. Dengan kata
lain, nilai uang Anda mengalami penurunan. Dus, untuk melindunginya dari
penurunan nilai, maka uang itu mesti ditukarkan dengan benda lain yang
malah nilainya bisa mengalami kenaikan.
Seperti contoh di atas,
jika Anda membeli sebidang tanah seluas 100 meter dengan nilai Rp 100
juta, maka di tahun depan, ketika Anda butuh tunai, maka tanah tersebut
bisa Anda jual kembali dan harganya bisa dipastikan lebih tinggi dari Rp
100 juta. Sebut saja, misalnya Rp 110 juta. Itu berarti nilai uang Rp
100 juta saat ini setara dengan Rp 110 juta di tahun depan. Simpulannya,
hati-hati menyimpan uang secara tunai, karena nilainya akan berbeda
setiap tahunnya. Atau dengan kata lain, Anda mesti melakukan lindung
nilai terhadap uang yang telah Anda miliki.
Mengelola anggaran
Apakah
setelah mampu memberi perlindungan terhadap nilai uang atau uang yang
Anda peroleh, maka persoalan selesai? Jelas belum. Cek lagi apakah
kegiatan keuangan Anda sudah mampu memenuhi kaidah yang ketiga,
yakni, mengelola anggaran keuangan secara efektif. Apa maksudnya?
Berapa banyak penghasilan Anda yang habis untuk membiayai perilaku
konsumtif, misalnya. Lalu berapa besar dari penghasilan Anda yang bisa
ditabung. Atau apakah pembiayaan konsumtif Anda berdasarkan perencanaan
atau habis begitu saja, mengikuti naluri.
Untuk bisa digolongkan
sebagai kalangan yang memiliki kecerdasan finansial, maka setiap sen
uang yang dibelanjakan mestinya berdasarkan suatu kebutuhan, dan sudah
dianggarkan sebelumnya. Semuanya terencana, lalu dieksekusi dan kemudian
bisa dievaluasi di mana penyimpangannya. Berapa besar penyimpangan
tersebut dan selanjutnya mau memperbaiki perilaku keuangan yang
dijalani. Jika Anda mampu mengelola keuangan Anda seperti itu, maka
peluang Anda menuju merdeka secara finansial bukanlah hal mengada-ada.
Keempat,
bagaimana mendayagunakan uang sehingga bisa menghasilkan uang. Kalau
Anda sudah mampu berinvestasi dan kemudian hasil investasi itu sudah
mampu membiayai kebutuhan rutin Anda, di mana investasi Anda bisa
diperoleh secara berkelanjutan, maka Anda sudah masuk dalam kategori
cerdas finansial dan tinggal selangkah lagi menuju merdeka secara
finansial.
Lantas bagaimana wujud konkretnya? Sederhana saja.
Hitung berapa biaya kebutuhan rutin Anda, lalu hitung berapa aset Anda.
Setelah itu, alokasikan aset Anda ke dalam bentuk aset produktif yang
bisa memberikan penghasilan. Dalam hal ini, Anda tidak perlu mencari
keuntungan setinggi-tingginya, tetapi hasil yang langgeng. Dengan cara
itu, berarti uang Anda sudah bekerja untuk Anda. Dan Anda akan tergolong
dalam kalangan yang disebut sebagai merdeka finansial. Itulah makna
kecerdasan finansial.
(Elvyn G Masassya, praktisi keuangan)
Sumber: Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar